Limbah Baglog, Media Budidaya Belut

Kabar baik bagi petani jamur tiram, limbah baglog jamur tiram ternyata banyak manfaatnya. Bisa dibaca pada postingan yang telah lalu yang berjudul: Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram. Adapun pada postingan kali ini, kita akan mengupas manfaat lain dari baglog jamur tiram, yaitu pemanfaatan limbah baglog sebagai media budidaya belut. Berikut artikel yang saya copas dari situs trubus-online.co.id dengan artikel yang berjudul "Bukan Lumpur, Tapi Baglog Jamur." Selamat mengikuti.

Sudah 2 minggu kolam 20 m2 itu kosong melompong. Eman Rahman, pemilik kolam di Lebakwangi, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, itu sulit mencari lumpur pengisi kolam agar ia segera dapat membudidayakan belut. Padahal, baglog jamur bekas bisa menggantikan lumpur seperti dilakukan Suparmo.

Suparmo, peternak di Desa Caringin, Kecamatan Balaraja, Tangerang, Provinsi Banten, memanfaatkan baglog-media tanam jamur-bekas sejak awal Maret 2009. Untuk mengisi kolam semen berukuran 2,7 m x 2,6 m, ia memerlukan 500 baglog. Sebelum menjadi peternak belut, Suparmo lebih dulu berkebun jamur tiram. Ia mengelola sebuah kumbung jamur berukuran 9 m x 5 m berkapasitas 3.000 baglog. Mula-mula baglog bekas ia gunakan untuk memupuk terung. Melihat pertumbuhan Solanum melongena sangat pesat, ia tertarik mencoba pada belut.

Plastik-plastik pembungkus baglog ia lepaskan. Kemudian pria kelahiran Ciamis 17 November 1966 itu menghancurkan baglog dan menambahkan tanah halus serta kotoran kerbau matang. Porsi bekas media jamur itu 2 kali lipat ketimbang tanah. Campuran ketiga bahan itu ia aduk rata di dasar kolam. Di bagian atas campuran itu, Suparmo meletakkan cacahan batang pisang. Porsinya kira-kira 20%. Cacahan batang pisang mampu merangsang pertumbuhan rotifera sebagai pakan belut.

Adaptasi

Di bagian teratas, barulah ia menambahkan 20% jerami dan mengairi media. Air hanya macak-macak. Total jenderal ketebalan media dari dasar kolam hanya 20 cm. Komposisi media itu ia biarkan selama sebulan agar terjadi fermentasi.

Indikasi media siap pakai jika media tak beraroma busuk. Saat itulah pria 43 tahun itu menebar 20 kg bibit terdiri atas 100-112 ekor per kg. Panjang bibit rata-rata sejengkal tangan. Pekan pertama 215 bibit meregang nyawa. 'Kemungkinan stres karena transportasi dan beradaptasi dengan lingkungan,' kata Suparmo. Maklum bibit belut didatangkan dari Kuningan, Jawa Barat, berjarak lebih dari 400 km.

Pada pekan kedua, Suparmo mendapati kematian belut hanya 2-3 ekor. Setelah itu hingga pada pertengahan April 2009, umur bibit belut sebulan 19 hari, tak ada yang mati. Ayah 3 anak itu memberikan pakan berupa 0,5 kg ikan kecil dan cacahan kodok rebus. Selain itu kadang-kadang ia juga meletakkan ayam mati. Belut tidak makan ayam, tetapi magot alias belatung yang keluar dari bangkai ayam.

Ketika Trubus berkunjung ke kolam, Suparmo tengah mengecek pertumbuhan belut. Secara acak ia mengambil 20 belut di lokasi berbeda. Panjang Monopterus albus itu rata-rata bertambah 5-8 cm dari panjang awal 15-18 cm. Suparmo baru akan memanen serentak pada akhir Juni 2009 sehingga produktivitas belut di media jamur belum diketahui.

Pakan Alami
 
Ide Suparmo memanfaatkan baglog jamur merupakan terobosan baru. Selama ini peternak belut memanfaatkan campuran lumpur sawah dan pupuk kandang sebagai media belut. Yang pasti belut mampu bertahan dan berkembang di media baglog. Menurut Ade Sunarma, MSi, periset di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat, penggunaan baglog sebagai media belut merupakan inovasi baru.

Menurut Sunarma media bekas jamur besar kemungkinan mempercepat pertumbuhan pakan alami. Alasannya, media itu lebih mudah terurai karena mengalami fermentasi dari serbuk gergaji, bekatul, dan biji-bijian. 'Apalagi ditambah gedebong pisang yang juga sudah busuk, proses fermentasi lebih cepat,' kata Sunarma. Dampaknya pakan alami lebih cepat tersedia sehingga memacu pertumbuhan belut.

Dengan ketersediaan pakan alami diharapkan belut tumbuh cepat dan seragam. Pertumbuhan yang seragam berarti juga mencegah kanibalisme. Menurut Sunarma keseragaman dipengaruhi faktor biologis dan perilaku. Secara biologis pertumbuhan jantan lebih cepat daripada belut betina. Meski demikian, peternak tak mampu memilih bibit jantan agar lebih dominan.

Soalnya, belut bersifat hemafrodit. Perubahan jenis kelamin secara menetap terjadi ketika belut berumur 3-4 bulan. Selain itu perilaku berebut pakan berpeluang membuat ketidakseragaman. Yang kuat berpeluang mendapat pakan lebih banyak. 'Namun, masih harus dikaji lebih lanjut seberapa besar kemampuan belut mengkonsumsi pakan,' kata Ade.

Penggunaan baglog bekas mempermudah peternak karena jumlahnya melimpah. Di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, saja terdapat 400 pekebun jamur tiram. Setiap pekebun rata-rata mengusahakan 5.000-10.000 baglog. Ketika jamur tiram kian banyak diusahakan di berbagai kota, peluang untuk mendapatkan baglog bekas pun kian mudah. Selama ini baglog bekas hanya dibuang. Padahal, media apkir itu dapat menjadi hunian yang nyaman bagi belut. (Lastioro Anmi Tambunan)

Semoga bermanfaat..!!!

Sumber gambar:
http://www.trubus-online.co.id/images/resized/images/stories/media018/1832_200_200.jpg

1 komentar:

  1. ada cara lain nggak selain dipakai makanan belut ? soalnya daerah saya tidak ada sawah

    BalasHapus

Budidaya Ikan Sidat